BBC News Indonesia raih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2023 - Merekam upaya keluarga korban 'gagal ginjal akut' mencari keadilan
Wartawan BBC News Indonesia, Anindita Pradana Gunita dan Muhammad Irham, berhasil meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2023.
Karya jurnalistik mereka tentang upaya keluarga korban kasus gagal ginjal akut mencari keadilan menjadi pemenang untuk kategori video media sosial.
Pemenang penghargaan itu diumumkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam acara Talkshow Hari Pers Nasional 2024 yang disiarkan langsung TVRI Nasional, Rabu (07/02).
Digelar sejak 1974, penghargaan Adinegoro disebut sebagai salah-satu penghargaan bergengsi yang diberikan kepada wartawan Indonesia melalui karya-karyanya.
Adapun Adinegoro (1904-1967) adalah sosok jurnalis yang disebut sebagai salah-seorang perintis perkembangan dunia jurnalistik di Indonesia. Dia juga dikenal sebagai sastrawan.

Sumber gambar, BBC News Indonesia

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Selain Anindita dan Irham, ada enam pemenang lainnya untuk tujuh kategori. Mereka berhasil menyisihkan 27 karya unggulan dari 412 karya.
Hadiah itu diberikan pada Hari Pers Nasional yang digelar di Jakarta pada Selasa, 20 Februari 2024, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

Kisah di balik liputan kasus gagal ginjal akut
Liputan jurnalistik bertajuk "Gagal ginjal akut: anak masih harus cuci darah, orang tua cari keadilan", muncul ketika kasus itu menyedot perhatian luar biasa masyarakat.
Seperti diketahui, kasus gagal ginjal akut itu mengakibatkan setidaknya 204 anak-anak meninggal dunia akibat mengonsumsi obat sirup yang tercemar.


Kasus ini diduga berkaitan dengan tingginya cemaran dari pelarut obat sirup yang menyebabkan pembentukan kristal tajam di dalam ginjal.
Irham mengaku liputan ini cukup pelik karena harus mencari keluarga korban yang "mau bicara".
Bersama videografer Anindita, Irham akhirnya berhasil menemui dua keluarga yang anaknya cacat seumur hidup dan meninggal akibat mengonsumsi obat sirop beracun.
"Waktu didatangi kondisi [anaknya] sangat miris. Siapapun yang menyaksikan itu bisa menangis di tempat," ungkapnya. Kedua jurnalis ini pun mengaku tak kuasa menahan tangis.

Bagi Dito — panggilan akrab Anindita, kekuatan karya jurnalistik ini, selain dilatari "perhatian publik yang luas", juga lantaran "karakter yang kuat dan ceritanya yang mengalir."
"Kemudian dilanjutkan dengan keluarga lain yang juga menjadi korban. Menurutku, perpaduan topik yang kuat serta karakter yang mendukung ceritanya," jelas sang jurnalis video.
Adapun Irham berujar, kekuatan liputan ini terletak pada kemampuannya untuk "memberikan gambaran yang lebih luas dan mendalam bagaimana dari sisi korbannya."
Baca :

Sumber gambar, Dok. Nur Asiah
Dito berharap, liputan yang diganjar penghargaan ini, dapat membantu menyuarakan suara-suara keluarga korban yang menantikan keadilan.
"Ini bagian dari kerja media untuk menyuarakannya," ujarnya.
Senada dengan Dito, Irham berharap liputan ini dapat menjadi "api penyemangat buat keluarga korban lainnya."
Penghargaan lain BBC News Indonesia
Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2023 ini merupakan penghargaan ketiga yang diterima Irham dalam tiga tahun terakhir — dan penghargaan pertama bagi Anindita.
Pada 2020 lalu, Muhammad Irham diganjar hadiah oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) seputar tema liputan pandemi perspektif gender.
Karyanya yang dimuat di BBC News Indonesia yang berjudul 'Satu Keluarga, Tiga Waria: 'saya punya anak tiga banci ini, Tuhan yang buat', menjadi pemenang pertama dalam ajang itu.

Sumber gambar, BBC News Indonesia

Dan pada tahun lalu, Irham terlibat liputan BBC News Indonesia bersama Mongabay dan The Gecko Project bertajuk 'Janji kosong kebun plasma: Kisah masyarakat Indonesia yang terpinggirkan dari demam sawit'.
"Liputan ini meraih penghargaan karya jurnalistik pada kategori liputan Bahasa Indonesia dari The Society of Publishers in Asia (SOPA)," kata editor BBC News Indonesia, Jerome Wirawan.
Lihat dan baca:
Penghargaan kategori liputan Bahasa Indonesia adalah yang pertama kali diadakan SOPA - sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi dalam mendorong kualitas jurnalisme di Asia.
Pada liputan yang memenangkan penghargaan tersebut, Muhammad Irham, turut melakukan investigasi selama dua tahun yang kemudian dituangkan dalam bentuk artikel dan video.
Artikel diperkaya oleh data-data yang diolah dan ditampilkan secara visual oleh Aghnia Adzkia, Arvin Supriyadi, dan Davies Surya dari tim Jurnalisme Visual Asia Timur BBC.
Adapun versi video diproduksi Astudestra Ajengrastri dan Lesthia Kertopati; dengan juru kamera Haryo Wirawan.


Setelah liputan ini diterbitkan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan akan mengaudit seluruh perusahaan sawit di Indonesia.
Disebutkan, audit itu akan mencakup luas dari Hak Guna Usaha perkebunan kelapa sawit, hak pengelolaan lahan, sistem produksi, hingga status dari perusahaan.
Liputan 'memburu pembenci monyet' raih tiga penghargaan
Pada tahun yang sama, BBC News Indonesia terlibat dalam liputan investigasi BBC selama satu tahun yang mengungkap kisah orang-orang di berbagai belahan dunia yang mencari kepuasan dan mengeruk keuntungan dari vídeo penyiksaan monyet ekor panjang.
Liputan investigasi ini berhasil meraih tiga penghargaan internasional bergengsi, salah-satunya adalah PRIX Europe 2023 di Berlin pada kategori Video Investigasi Eropa Terbaik Tahun 2023.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Karya ini juga meraih penghargaan AIBs UK Award 2023 di London pada kategori Dokumenter Video Investigasi Terbaik.
Penghargaan lainnya diberikan oleh Asosiasi Jurnalis Asing 2023 di London dengan nominasi Liputan Lingkungan Terbaik.
Investigasi ini dilakukan di sejumlah lokasi, termasuk di Magelang, Jawa Tengah; dan Alabama, Amerika Serikat.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Wartawan BBC News Indonesia, Astudestra Ajengrastri dan Dwiki Marta, turut andil dalam peliputan tersebut.
Bagi Astudestra, reportase ini adalah salah satu yang terberat selama dirinya menjalani profesi jurnalis.
Selain prosesnya yang memakan waktu lebih dari setahun, Ajeng — demikian panggilannya — dihadapkan "ribuan video yang menggambarkan penyiksaan kejam pada bayi-bayi monyet."

Sumber gambar, BBC News Indonesia
"Nyaris semuanya sangat sadis. Suara memekik bayi monyet dan tawa para pembuat videonya menghantui mimpi-mimpi buruk saya," Ajeng berkisah. Untuk itulah, BBC menyediakan konseling khusus bagi Ajeng dan tim usai liputan panjang itu.
Lihat dan baca:
Bersama tim dari BBC Eye — unit khusus untuk reportase investigasi —, liputan ini berusaha menampilkan betapa kompleksnya kasus tersebut. Mereka akhirnya berhasil mewawancarai tokoh-tokoh kunci dalam komunitas pembenci monyet.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Tim investigasi menemui orang-orang yang memesan video penyiksaan monyet dan menyebarluaskannya di Amerika Serikat.
Lalu mereka berhasil menemui pembuat video di Indonesia, hingga sosok-sosok yang disebut Ajeng "memberi harapan bahwa 'kegilaan' ini berakhir." Mereka adalah 'detektif partikelir', para pegiat satwa, serta penegak hukum, kata Ajeng.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Setelah liputan ini dirilis, tim liputan BBC diundang untuk mempresentasikan vídeo tersebut di Parlemen Inggris, Westminster Hall, London, pada awal Februari 2024.
Berkat liputan ini, pasal mengenai kekejaman terhadap hewan akan diatur secara tegas dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Daring di Inggris.
Dokumenter ini dianggap menjadi contoh penting, bagaimana platform media sosial kerap kali lepas dari tanggung jawab atas apa yang diunggah penggunanya.
Ajeng mengharapkan diskusi publik yang sama juga bisa terjadi di Indonesia. Terlebih, aturan hukum yang tegas terhadap hewan-hewan yang statusnya tak dilindungi, seperti monyet ekor Panjang, di Indonesia masih teramat lemah, tambahnya.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Dan, Ajeng tak kuasa menutupi rasa bahagianya ketika dia menerima sebuah kabar baik pada awal tahun ini.
"Mini, bayi monyet yang berhasil kami selamatkan dari pemilik yang menyiksanya untuk konten, sudah bisa dilepasliarkan bersama kawanan monyet yang telah direhabilitasi lainnya," ujarnya.
Karya dokumenter BBC News Indonesia dua kali masuk nominasi FFI
Selama dua tahun berturut-turut, dua karya jurnalistik BBC News Indonesia masuk nominasi Piala Citra di ajang Festival Film Indonesia (FFI).
Pada 2022, film pertama berjudul 'Mencari Ibu' terpilih masuk dalam nominasi Piala Citra 2022 kategori Film Dokumenter Panjang terbaik.

Sumber gambar, HERLINA
Setahun kemudian, film kedua berjudul 'Penantian Iwan' berhasil masuk nominasi Piala Citra 2023 kategori Film Dokumenter Pendek terbaik.
Junalis video BBC News Indonesia, Dwiki Marta Muharram, adalah sosok di balik dua karya tersebut.
Dalam liputan berjudul 'Mencari Ibu', Dwiki kerja bareng dengan wartawan BBC News Indonesia, Ayomi Amindoni.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Film itu menceritakan soal perjuangan seorang perempuan asal Belanda berdarah Indonesia, yang mencari identitas ibu kandungnya. Perempuan itu, Widyastuti Boerma, adalah korban adopsi ilegal di Indonesia pada 1979.
Baca liputannya:
- Cerita di balik skandal adopsi ilegal: 'Lingkaran setan' dalam perdagangan anak berkedok adopsi
- Perjalanan perempuan Indonesia yang diadopsi orang Belanda mencari ibu kandungnya selama 41 tahun: 'Setidaknya di sisa hidup kami, saya berharap kami bisa bertemu dan hidup bersama lagi'
- Skandal perdagangan anak berkedok adopsi: 'Saya diculik dan dijual'
- Anak-anak yang diadopsi dari Indonesia desak pemerintah Belanda ganti rugi 'kerugian mental' akibat adopsi ilegal, 'Nama orang tua kandung saya ternyata palsu'
- Pemerintah Belanda 'minta maaf' atas 'pelanggaran serius' adopsi anak dari Indonesia dan negara lain
Widya bayi yang lahir dari perempuan asli Indonesia, diadopsi ke Belanda lewat proses dokumen yang ilegal oleh oknum di sebuah yayasan adopsi.
Widya adalah salah satu dari 3.000 anak Indonesia yang diadopsi ke Belanda pada 1970-an hingga 1980-an —sebagian besar dari mereka diadopsi secara ilegal.

Sumber gambar, Dwiki Marta

Sumber gambar, Dwiki Marta
"Saya mengawali penelusuran tentang skandal adopsi di masa lalu ini dengan rasa takjub," ungkap Ayomi.
"Bagaimana rasanya menjadi manusia dengan identitas yang tak menentu dan asal-usul yang buram? Betapa beratnya terus-menerus meragukan nama, waktu kelahiran dan nama orang tua sendiri sepanjang hidup");