Skandal perdagangan anak berkedok adopsi: ‘Saya diculik dan dijual'

- Penulis, Ayomi Amindoni
- Peranan, Wartawan BBC News Indonesia
Putusan pengadilan di Belanda mengabulkan gugatan warga yang diadopsi dari Sri Lanka secara ilegal merupakan "kemenangan besar" dan menjadi angin segar bagi mereka yang diadopsi dari Indonesia, juga dengan cara ilegal, di masa lalu.
Pengadilan di Den Haag memutuskan pemerintah Belanda bertindak melawan hukum dalam proses adopsi Dilani Butink dari Sri Lanka pada tahun 1992.
Adopsi ilegal dengan dokumen palsu, membuatnya sulit mencari orang tua kandungnya, hingga kini.
Hasil banding ini membuka ruang bagi Dilani untuk menggugat pemerintah Belanda secara perdata untuk meminta kompensasi pencarian orang tua kandungnya.
"Ini mukjizat dan saya berharap ini akan memberikan inspirasi bagi yang lain," ujar Dilani setelah putusan banding.
Putusan pengadilan ini membawa angin segar bagi mereka yang senasib dengan Dilani, termasuk anak-anak yang diadopsi dari Indonesia ke Belanda pada tahun 1970-an hingga 1980-an, sebagian besar dengan pemalsuan dokumen.
Baca juga:
Salah satu dari mereka adalah Widya Astuti Boerma, yang diadopsi dari Indonesia pada 1979, juga dengan dokumen palsu.
"Sayangnya untuk mereka yang diadopsi dari Indonesia agak susah karena waktu saya diadopsi tidak ada aturan sama sekali, tidak ada protokol. Hampir semuanya diperbolehkan, yang hampir sulit untuk memprosesnya secara hukum," terang Widya.
Ia berencana untuk melakukan perjalanan kembali ke Indonesia, untuk menelusuri asal-usulnya dari petunjuk-petunjuk baru yang ia temukan.
"Saya sebenarnya cukup takut hasil penelusuran ini akan mengarah pada lebih banyak bukti [tentang dugaan] perdagangan anak. Tetapi jika ada lebih banyak bukti, saya mungkin akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memproses ke pengadilan," jelas Widya.
BBC News Indonesia melakukan penelusuran di Indonesia dan di Belanda, menyibak tabir skandal adopsi ilegal yang melibatkan lebih dari 3.000 anak Indonesia ke Belanda pada 1970-an hingga 1980-an. Oleh pemerintah Belanda, praktik adopsi ilegal ini disebut "pelanggaran serius".

Penelusuran tentang adopsi ilegal di masa laluyang melibatkan pemalsuan dokumen dan penculikananak inidikemas dalam seri siniar dan film dokumenter terbaru produksi BBC News Indonesia.
Anda dapat mendengarkan siniar Investigasi: Skandal Adopsi di tautan ini, juga di platform podcastApple Podcasts dan Spotify.
Episode pertama dan episode kedua film dokumenter Mencari Ibu, bisa Anda simak di kanal YouTube BBC News Indonesia.

'Saya diculik dan dijual'
Indonesia, empat dekade lalu. Berbagai kasus adopsi anak yang melibatkan sejumlah oknum terkuak.
Oknum-oknum ini beroperasi di panti asuhan dan klinik bersalin di berbagai daerah, termasuk Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Dalam sebuah kasus, seorang bidan ditangkap pihak berwenang pada awal 1980-an, setelah aparat menemukan 18 bayi di lotengnya. Anak-anak itu sedianya akan diadopsi ke sejumlah negara, termasuk Belanda.
Temuan yang dijuluki "peternakan bayi" itu, disebut sebagai bukti perdagangan anak dengan berkedok adopsi oleh pihak berwenang saat itu.
Dalam kasus lain, sejumlah anak diculik dari keluarganya di berbagai daerah di Indonesia, lalu dijual melalui perantara. Setelah itu, mereka ditampung panti asuhan di Jakarta.
Anak-anak itu kemudian diadopsi oleh pasangan Belanda, sebagian besar dengan dokumen palsu.
Penculikan dan pemalsuan dokumen adopsi itu, dialami oleh Yanien Veenendaal.

Sumber gambar, BBC News Indonesia/Dwiki Marta
Kala usianya masih 10 tahun, Yanien Veenendaal diambil paksa dari keluarganya di Semarang, Jawa Tengah.
Setelah berpindah-pindah tempat, Yanien berakhir di Yayasan Kasih Bunda yang berlokasi di Jakarta, berjarak sekitar 440km dari kampung halamannya di Semarang.
Ia kemudian diadopsi ke Belanda, dengan dokumen palsu.

Sumber gambar, BBC News Indonesia/Dwiki Marta
Sejak saat itu, identitasnya diganti. Mulai dari nama, usia dan tanggal lahir, hingga nama kedua orang tuanya.
"Saya Tridjotho Apriljani, tetapi untuk adopsi, nama [saya] Murni Yani. Identitas saya semua harus hilang, nama saya harus hilang, nama orang tua harus hilang, umur saya harus hilang."
"Sampai sekarang, untuk saya, Tridjotho Apriljani masih di Indonesia, Murni Yani itu anak lain, tapi saya juga dijual untuk adopsi… Maaf," tutur Yanien, dengan suara tercekat.
Dia tak kuasa menahan tangis ketika menceritakan pengalaman tak mengenakkan yang ia alami.

Sumber gambar, BBC News Indonesia/Dwiki Marta
Awalnya, Yanien tak menyadari apa yang dia alami adalah penculikan. Baru ketika usianya beranjak dewasa, ia menyadari dirinya menjadi korban dari perdagangan anak.
"Ini tentang penculikan. Ini tentang anak yang diculik. Anak yang tak punya pilihan. Ini adalah pilihan dari orang dewasa yang menjual anak itu demi uang. Ini tentang uang," tegas Yanien.
Kisah penculikan dan pemalsuan dokumen yang dialami Yanien, bisa Anda simak di episode pertama siniar Investigasi: Skandal Adopsi di tautan ini, atau Spotify dan Apple Podcasts.
'Pelanggaran serius'
Penculikan dan pemalsuan dokumen seperti yang dialami Yanien, serta keberadaan apa yang disebut "peternakan bayi", menjadi temuan penyelidikan komite investigasi antar negara di Belanda yang dirilis tahun lalu.
Hasil penyelidikan itu mengungkap telah terjadi "pelanggaran serius" dalam praktik adopsi anak ke Belanda dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Sri Lanka, Bangladesh, Kolombia, dan Brasil.
Yanien adalah salah satu dari lebih 3.000 anak Indonesia yang diadopsi ke Belanda sebelum 1984, ketika pemerintah Indonesia menutup rapat adopsi ke luar negeri karena skandal yang kerap terjadi dalam pengadopsian anak-anak tersebut.

Sebagian besar anak-anak itu diadopsi secara ilegal. Semua dokumen mereka dipalsukan, mulai dari akta kelahiran, dokumen adopsi, identitas orang tua kandung, hingga alamat mereka.
Pemalsuan dokumen ini membuat banyak dari mereka yang diadopsi ke Belanda, harus menempuh perjalanan berliku untuk menemukan orang tua kandungnya di Indonesia, seperti yang dialami Widya Astuti Boerma.

Sumber gambar, BBC News Indonesia/Ayomi Amindoni
BBC News Indonesia mengikuti perjalanan Widya menelusuri asal-usulnya dari kota ke kota di Indonesia, mulai dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, hingga ke Lampung di Sumatra, setahun setelah utas Twitter tentang pencarian ibu kandungnya viral di dunia maya Indonesia.
Artikel ini memuat konten yang disediakan X. Kami meminta izin Anda sebelum ada yang dimunculkan mengingat situs itu mungkin menggunakan cookies dan teknologi lain. Anda dapat membaca X kebijakan cookie dan kebijakan privasi sebelum menerima. Untuk melihat konten ini, pilihlah 'terima dan lanjutkan'.
Lompati X pesan
Di Indonesia, Widya bertemu dengan dua perempuan yang kehilangan anak perempuan mereka pada 1970-an.
Masing-masing dari mereka, Suyatni dan Siti Juleha, menduga putri yang hilang itu adalah Widya.

Sumber gambar, BBC News Indonesia/Dwiki Marta
Haru biru mewarnai pertemuan Widya dan Suyatni - perempuan yang mengaku sebagai ibu kandung Widya - di Depok, Jawa Barat, pertengahan 2021 silam.
Tanpa diduga, cerita masa lalu Suyatni memiliki kesamaan dengan sejumlah ingatan masa kecil yang masih dikenang Widya hingga kini.
Widya lantas mengajak Suyatni turut serta dalam napak tilas masa lalunya, termasuk kenangan tinggal di jalanan ibu kota Jakarta.
Baca juga: