Kekeringan melanda Kolombia, warga di Bogota mandi kilat empat menit karena air dijatah

Sumber gambar, Getty Images
"Saya mohon untuk berhemat air. Situasinya kritis," tulis Wali Kota Bogota, Carlos Fernando Galán, melalui akun resminya di media sosial X—sebelumnya Twitter—pada Kamis (11/04).
Sekitar 10 juta penduduk ibu kota Kolombia itu sekarang terpaksa mengalami penjatahan air akibat kekeringan ekstrem.
Walikota Galán mengatakan ini adalah krisis air terburuk di tengah fenomena iklim El Niño.
Perusahaan yang melayani saluran air Bogota melaporkan penurunan permukaan air waduk terendah dalam beberapa dekade.
"Fenomena El Niño telah membuat waduk seperti Chuza, hanya tersisa 35 dari 220 juta meter kubik kapasitasnya," jelas kepala saluran air Bogotá, Natasha Avendaño.
Dengan kata lain, Waduk Chuza yang menyediakan sekitar 70% air di Bogota, sekarang kapasitasnya kurang dari 17%.
Otoritas setempat pun membagi wilayah sekitar ibu kota menjadi sembilan zona—masing-masing zona bergiliran mematikan layanan air selama 24 jam—kecuali rumah sakit dan sekolah-sekolah.

Sumber gambar, Getty Images
Pembatasan yang diumumkan awal pekan ini mulai berlaku per Kamis (11/04). Pihak berwenang akan meninjau ulang situasinya setiap dua minggu sekali dalam rencana penjatahan.
"Jangan sia-siakan setetes air pun di Bogota," tutur Galán dalam konferensi pers tentang kebijakan ini.
"Itu akan membantu kami agar pembatasan ini dapat dicabut lebih cepat atau dikurangi."
Hujan yang jarang dan suhu panas yang tidak normal telah menyebabkan waduk-waduk Kolombia mengering dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

Sumber gambar, Getty images
Foto-foto yang memperlihatkan air kering kerontang tanpa tanaman pun mulai beredar di media dan jejaring sosial.
Kondisi waduk sebelum dan sesudah kekeringan ini mengilustrasikan betapa besarnya masalah ini.
Otoritas Bogota mengeklaim sudah memperingatkan situasi ini sejak sejak Januari lalu.

Sumber gambar, Getty Images

Sumber gambar, Getty Images

Sumber gambar, Getty Images
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Kombinasi fenomena alam dan konsumsi air yang tidak bertanggung jawab memicu kondisi yang mengkhawatirkan di Bogota dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta ini.
“Sejak Juni 2023, negara dan kota mengalami kondisi tanpa hujan berminggu-minggu akibat El Niño. Kondisi ini menyebabkan kurangnya curah hujan di daerah-daerah yang menjadi sumber air bagi ibu kota dan kotamadya sekitarnya,” sebut otoritas Bogota dalam pernyatannya.
Avendaño menjelaskan kepada pers setempat bahwa di Bogota, air dikonsumsi seolah-olah penduduknya 500.000 lebih banyak dari jumlah sebenarnya.
Menurutnya, konsumsi rata-rata per meter kubik meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga:
Selain penjatahan air bergilir 24 jam sekali, pemerintah setempat melaksanakan penyuluhan besar-besaran guna menjamin layanan air tersedia tahun depan.
"Per 10 April, tingkat waduk Sistem Chingaza adalah 16,63%. Targetnya adalah mencapai 20,3%," tutur mereka dalam laporannya.
Wali Kota Galán juga membuat beberapa saran penghematan air yang menjadi viral dan memunculkan beragam reaksi di masyarakat.
"Di akhir pekan, jika Anda tidak akan keluar rumah, maka jangan mandi," demikian salah satu sarannya.
Presiden Kolombia, Gustavo Petro, dalam pernyataannya di Twitter/X pada Kamis (11/04) memerintahkan "perubahan substansial" untuk melindungi sumber daya air selama 30 tahun ke depan.
Dia juga memperingatkan tentang "urbanisasi yang tidak terkendali" dan mengkritik "penjarahan" cadangan air tanah oleh industri pertanian dan konstruksi.
'Mandi maksimal empat menit'
Warga Bogota dilaporkan mengurangi penggunaan air mereka.
"Ada hal-hal yang tidak bisa kami lakukan lagi, seperti mencuci mobil," ucap Clara Escobar yang tinggal di pinggiran kota kepada kantor berita AFP.
“Saya mandi maksimal empat menit dan tidak mencuci baju,” tutur warga lainnya Isaac Sandoval.
Para ahli mengaitkan sebagian masalah ini dengan periode El Niño ketika suhu global biasanya meningkat.

Sumber gambar, Reuters
Kota Mexico dan ibu kota Uruguay, Montevideo, juga menghadapi kelangkaan air dalam beberapa tahun terakhir.
Perubahan iklim juga dianggap sebagai pendorong utama kekeringan, begitu pula urbanisasi kilat dan infrastruktur yang buruk.
Memang, tidak semua kekeringan disebabkan oleh perubahan iklim. Akan tetapi panas berlebih di atmosfer menarik lebih banyak kelembaban dari bumi dan ini memperburuk kekeringan.
Perubahan iklim memasuki tingkat tak terduga
Dunia sudah memanas sekitar 1,2C sejak era industri dimulai dan suhu akan terus meningkat apabila pemerintahan di seluruh dunia tidak mengurangi emisi secara drastis.
"Jika pada akhir musim panas kita masih melihat rekor suhu tertinggi di Atlantik Utara atau tempat lain, maka kita benar-benar telah memasuki wilayah yang belum dipetakan," ujar Gavin Schmidt, direktur Goddard Institute for Space Studies NASA, kepada BBC News.
Peringatan itu muncul ketika data menunjukkan bulan Maret lalu adalah yang paling panas yang pernah tercatat—ini memperpanjang rekor suhu bulanan menjadi 10 bulan berturut-turut.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran di antara sebagian pihak bahwa fase baru perubahan iklim dunia bisa saja terjadi lebih cepat.
Meski suhu diperkirakan akan turun sementara setelah El Niño menghilang dalam beberapa bulan mendatang, sejumlah ilmuwan khawatir hal itu tidak akan terjadi.

Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa mencatat bahwa pada Maret 2024, suhu dunia 1,68°C lebih hangat dibandingkan dengan masa "pra-industri"—sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar.
Untuk sekarang, tren pemanasan jangka panjang masih cukup konsisten dengan perkiraan. Sebagian besar peneliti belum percaya bahwa iklim telah memasuki fase baru.
Namun, para ilmuwan masih kesulitan menjelaskan secara pasti mengapa akhir tahun 2023 begitu hangat.
Di satu sisi, rekor bulan Maret sudah diperkirakan. El Niño, yang dimulai Juni lalu dan mencapai puncaknya pada Desember, menambah panas ke atmosfer yang sudah hangat akibat pembakaran bahan bakar fosil—pendorong utama suhu tinggi).
Di sisi lain, suhu dunia mulai memecahkan rekor dengan selisih yang sangat besar sekitar September lalu. Pada saat itu, El Niño masih berkembang, sehingga tidak jelas dari mana asal semua panas tambahan itu.
'Sulit memprediksi masa depan'
Berangkat dari ini, Dr Schmidt khawatir bagaimana memprediksi situasi ke depan.
"Prediksi kami secara dramatis gagal untuk hal-hal spesifik di tahun 2023. Kalau statistik sebelumnya tidak berhasil, maka akan jauh lebih sulit untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan," akunya.
Senada, Dr Samantha Burgess dari Copernicus, mengaku pihaknya masih mencoba memahami alasan di balik situasi yang berubah begitu drastis pada pertengahan tahun lalu, dan berapa lama situasi ini akan berlanjut.
"Apakah ini perubahan fase atau hanya gangguan sementara dalam tren iklim jangka panjang");