Tip dan trik ampuh mendidik anak mahir lebih dari satu bahasa

Isabelle Gerretsen, yang tumbuh besar dengan bahasa Belanda dan Inggris, menyelidiki ilmu pengetahuan terkini dalam membantu anak-anak menjadi fasih berbicara dua bahasa atau lebih.

Berikut tip dan trik bagi orang tua yang hanya mahir satu bahasa tetapi ingin anak-anak mereka menguasai multibahasa.

Saat berusia tujuh tahun, saya mengikuti kegiatan berkemah sekolah untuk pertama kalinya.

Selama di sana, kami semua diminta untuk menulis surat kepada keluarga di rumah masing-masing.

Saya menulis surat dalam bahasa Inggris kepada ibu saya, menceritakan kepadanya tentang semua aktivitas yang telah kami lakukan.

Saya lalu menerjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Belanda untuk ayah saya.

Pengalaman ini masih membuat ayah saya yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris tertawa.

Orang tua saya membesarkan anak-anak perempuannya secara bilingual sejak lahir.

Mereka mendapatkan nasihat dan diberitahu untuk hanya berbicara dalam bahasa mereka masing-masing kepada kami.

Mereka menerapkan metode ini dengan sangat ketat. Dalam waktu yang sangat lama kami tidak menyadari bahwa mereka berdua ternyata menjadi fasih berbahasa Belanda dan juga Inggris.

Saat ini, kami berbicara dalam bahasa campuran Belanda-Inggris di rumah, sering kali beralih antar bahasa di tengah kalimat.

Hingga kini masih ada anggapan umum bahwa model yang dilakukan orang tua saya adalah jaminan terbaik untuk membesarkan anak-anak untuk mahir bilingual: dimulai sejak lahir, di mana masing-masing orang tua berpegang teguh pada bahasa asli mereka.

Di kalangan pakar bahasa, cara ini dikenal dengan strategi OPOL, singkatan dari "satu orang tua, satu bahasa" (one parent, one language).

Namun apakah OPOL adalah satu-satunya cara untuk mencapai bilingualisme?

Dan, apakah Anda dan pasangan harus menguasai dua bahasa dulu saat memulai prosesnya, atau bisakah Anda membesarkan anak bilingual meskipun Anda dan orang lain di sekitar Anda hanya berbicara satu bahasa?

Sebenarnya ada banyak cara yang beragam untuk memperkenalkan anak Anda pada dua bahasa.

Tidak ada satu pendekatan pun yang terbukti paling baik, kata Viorica Marian, penulis Power of Language dan profesor ilmu komunikasi di Northwestern University, Illinois, Amerika Serikat.

Pendekatan yang dilakukan orang tua saya –berbicara dalam bahasa mereka masing-masing – bisa diterapkan dengan baik bagi orang tua yang memiliki bahasa berbeda, kata Marian.

Orang tua lain mungkin memilih untuk berbicara hanya satu bahasa di rumah, bahkan sering kali adalah bahasa ‘minoritas’, karena mereka tahu anak mereka akan mempelajari bahasa lain di sekolah.

‘Minoritas’ di konteks ini berarti bahwa bahasa itu kurang digunakan secara resmi dalam masyarakat atau sistem pendidikan.

Di AS dan Inggris, misalnya, bahasa Spanyol akan menjadi bahasa minoritas, sedangkan bahasa Inggris merupakan bahasa mayoritas.

Baca juga:

Seiring berjalannya waktu, keluarga mungkin perlu melakukan upaya khusus untuk tetap menggunakan bahasa minoritas.

Bahasa tersebut umumnya lebih berisiko memudar dalam kehidupan anak-anak seiring dengan meningkatnya interaksi mereka di luar rumah, dan bahasa mayoritas menjadi lebih dominan.

“Strategi lain adalah dengan berbicara kepada anak Anda menggunakan bahasa yang berbeda pada hari tertentu dalam seminggu,” kata Marian.

Hal ini terkadang disebut sebagai strategi "waktu dan tempat" di kalangan peneliti dan keluarga bilingual, di mana setiap bahasa dikaitkan dengan waktu atau lokasi tertentu.

Seluruh anggota keluarga mungkin berbicara satu bahasa di akhir pekan, atau saat makan bersama, misalnya, dan menggunakan bahasa lain selama waktu tertentu, atau saat bepergian.

Strategi yang paling efektif adalah strategi yang dapat diterapkan secara konsisten dan dalam waktu yang panjang.

“Pada akhirnya, strategi yang akan sukses adalah strategi yang berhasil untuk keluarga Anda dan menjadikan pengalaman tersebut menyenangkan dan bukan sebuah tugas,” katanya.

Krupa Padhy, presenter radio untuk BBC World Service, membesarkan kedua anaknya, berusia tujuh dan sembilan tahun, dengan menggunakan dua bahasa.

Padhy dibesarkan dalam keluarga yang berbahasa Gujarati di Inggris, sementara suaminya berbicara bahasa Hindi.

Mereka memutuskan untuk berbicara bahasa Inggris dan Hindi di rumah.

“Bahasa Hindi lebih berguna bagi mereka karena dipahami di seluruh wilayah Asia [selatan],” katanya.

“Kami tidak punya strategi yang koheren,” kata Padhy.

Gol utamanya adalah mengajari anak-anaknya untuk dapat memahami percakapan bahasa Hindi sehingga mereka dapat memperkenalkan diri, memberi tahu orang-orang berapa usia mereka dan berapa saudara kandung yang mereka miliki.

Mempelajari struktur kalimat dengan sungguh-sungguh dan mengulanginya sangat membantu, kata Padhy.

Selain itu, keluarganya juga mengunjungi India setiap 18 bulan dan Padhy mengatakan hal ini "sangat membantu anak-anak saya untuk mengakses budaya dan bahasa tersebut secara otentik".

“Sangat menyenangkan bahwa mereka dapat terlibat dan memahami apa yang terjadi di sekitar mereka,” tambahnya.

Belajar bahasa Hindi juga memungkinkan keluarga ini menikmati budaya India di rumah.

“Setiap Sabtu malam adalah malam menonton film Hindi,” kata Padhy. "Anak-anak suka menonton film Hindi. Ini sangat membantu."

Kapan usia yang baik?

Penelitian menunjukkan bahwa memperkenalkan bahasa kedua sedini mungkin adalah ide yang baik.

Anak-anak akan mempelajari bunyi dan ritme bahasa lahir mereka, yang dikenal sebagai fonologi, pada usia yang sangat muda.

Menurut sebuah penelitian tahun 2013, bayi mulai belajar bahasa bahkan sebelum mereka dilahirkan.

Studi ini menemukan bahwa pada 10 minggu terakhir kehamilan, janin mendengarkan ibu mereka berbicara dan mereka dapat mendemonstrasikan apa yang mereka dengar setelah lahir.

Lalu, empat puluh bayi Amerika dan Swedia, berusia sekitar 30 jam, dihadapkan pada bunyi vokal dalam bahasa asli dan bahasa asing.

Respons mereka diukur dari berapa lama menghisap dot yang terhubung ke komputer.

Baik bayi Amerika maupun Swedia menghisap lebih lama saat mendengar bahasa asing dibandingkan dengan bahasa ibu mereka.

Mengisap dot lama saat mendengar suara asing adalah bukti pembelajaran dan menunjukkan bahwa bayi mampu membedakan bahasa saat lahir, kata para peneliti.

Namun, itu tidak berarti sudah terlambat untuk menambahkan bahasa kedua. Anak-anak yang lebih besar dan bahkan orang dewasa masih bisa belajar bahasa lain, dan ada manfaat lain seperti kegembiraan dalam berhubungan dengan warisan leluhur.

Namun anak-anak kecil mungkin akan lebih mudah memahami aksen seperti penutur asli, kata para ahli.

“Semakin dini Anda memulainya, semakin baik,” kata Sirada Rochanavibhata, asisten profesor di departemen perkembangan anak dan remaja San Francisco State University, California.

“Keuntungan mempelajari bahasa sejak dini adalah lebih mudahnya mencapai kemahiran seperti penutur asli.”

“Selama enam bulan pertama, bayi dapat membedakan bunyi ujaran dalam semua bahasa,” kata Rochanavibhata.

Setelah ini, anak-anak akan kehilangan kemampuan untuk membedakan suara-suara yang tidak digunakan dalam bahasa asli mereka atau bahasa yang mereka kenal.

“Dalam bahasa Inggris, bunyi 'r' dan 'l' berbeda dan dapat mengubah arti sebuah kata [misalnya, 'read' dan 'lead'], sedangkan dalam bahasa Jepang, bunyi 'r' dan 'l' digabungkan menjadi satu kategori ['r' Jepang]. Penutur bahasa Jepang yang belajar bahasa Inggris mungkin akan kesulitan membedakan r–l dalam bahasa Inggris," jelas Rochanavibhata.

Proses ini dikenal sebagai penyempitan persepsi.

Oleh karena itu, usia di mana seorang anak memperoleh bahasa kedua dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk mendengar dan menghasilkan bunyi ujaran dari bahasa tersebut, katanya.

Namun, jika Anda atau keluarga Anda melewatkan kesempatan tersebut, masih ada peluang lain.

Rochanavibhata dan peneliti lainnya menekankan, “Orang dewasa masih bisa fasih dalam bahasa lain, namun prosesnya mungkin memerlukan lebih banyak usaha dan pendekatan yang berbeda,” tambah Rochanavibhata.

Memotivasi anak beranjak dewasa

Ada juga keuntungan praktis jika kita menerapkan landasan bilingual yang kuat di tahun-tahun awal, kata para peneliti.

Memulai pada usia muda memungkinkan anak-anak untuk “terhanyut sepenuhnya” dalam kedua bahasa, kata Antonella Sorace, profesor linguistik dan pendiri program Bilingualism Matters, sebuah pusat penelitian dan informasi di Universitas Edinburgh, Inggris, yang mempromosikan bilingualisme dan pembelajaran bahasa.

Anak-anak kecil tidak memiliki komitmen lain, seperti sekolah dan kehidupan sosial yang mandiri, katanya.

Namun, bukan hanya memulai sejak dini saja yang bisa membuat perbedaan positif.

Tantangan lainnya adalah mempertahankan bahasa kedua, terutama setelah anak-anak menjadi lebih mandiri.

Untuk mencapai hal ini, penting bagi anak-anak dimotivasi dan didorong agar berbicara dalam berbagai bahasa, kata Sorace.

“Hal ini tidak selalu mudah karena anak-anak tidak suka merasa berbeda. Kami mendengar dari banyak anak migran bahwa mereka tidak ingin lagi berbicara dalam bahasa asli mereka, karena itulah yang menandai mereka sebagai orang yang berbeda.”

Salah satu cara untuk mendorong anak-anak adalah dengan menciptakan "komunitas mini" di mana mereka dapat berinteraksi secara teratur dengan teman-teman yang berbicara dalam bahasa mereka, katanya.

“Ini bisa sangat memotivasi.”

Penting bagi anak-anak untuk sering mendengar bahasa orang tua mereka dan diucapkan oleh berbagai penutur asli, kata Marian.

“Berinteraksi secara rutin dengan banyak penutur dua bahasa yang berbeda dapat membantu meningkatkan kemahiran bilingual, karena anak-anak dihadapkan pada lebih banyak keberagaman,” katanya.

Lingkungan memainkan peran penting dan paparan terus-menerus terhadap kedua bahasa adalah kuncinya, kata Elisabet García González, peneliti di Center for Multilingualism in Society Across the Lifespan di Universitas Oslo, Norwegia.

Jika seorang anak yang lahir dalam keluarga bilingual berhenti menggunakan salah satu bahasa mereka ketika berusia delapan tahun, hal itu akan menimbulkan dampak yang signifikan pada bilingualisme mereka, katanya.

“Bahasa adalah sesuatu yang berubah sepanjang hidup.”

Orang tua satu bahasa, anak bilingual?

Bahkan jika orang tua tidak sepenuhnya bisa menguasai berbagai bahasa, mereka masih bisa mengundang orang-orang yang mahir beragam bahasa ke dalam rumah, kata Sorace.

Misalnya, orang tua bisa mulai belajar bahasa kedua dan kemudian sesekali menggunakan bahasa tersebut dengan anak mereka, katanya.

Hal ini memaparkan anak pada kata atau frasa dalam bahasa lain dan mempunyai manfaat meskipun pembicaranya tidak mahir.

“Kesempurnaan tidak ada dalam bahasa,” kata Sorace.

Dalam pandangan Sorace, kepercayaan diri orang tua untuk berbicara bahasa campuran di rumah lebih penting daripada kemampuan linguistik mereka.

“Jika mereka percaya diri, anak akan cukup mendengar bahasa tersebut dan mempelajarinya,” katanya.

Menelusuri dan menggunakan bahasa baru akan menjadi proyek keluarga, dan semua orang mendapatkan manfaatnya, termasuk para orang tua: “Kami meminta para orang tua untuk memanfaatkan kesempatan luar biasa ini [menikmati bahasa lain bersama anak mereka],” katanya.

“Tujuannya bukan agar Anda menjadi sempurna dalam berbahasa, tetapi untuk belajar lebih banyak dan dapat berkomunikasi dengan anak Anda.”

Padhy berkata bahwa bahasa Hindi-nya telah meningkat sejak dia mulai berbicara bahasa tersebut kepada anak-anaknya.

“Saya belajar banyak,” kata Padhy. "Saya berbicara bahasa Hindi lebih baik daripada sebelumnya karena saya mengajar mereka."

Mungkin juga ada peluang lain bagi orang tua yang hanya menguasai satu bahasa untuk mendorong bilingualisme dalam keluarga, kata para peneliti.

Marian menyarankan sejumlah pilihan, misalnya, memilih pengasuh atau penitipan anak bilingual atau mendaftarkan anak-anak mereka untuk pelajaran bahasa di pusat komunitas atau klub sepulang sekolah di mana mereka mendengar berbagai bahasa.

“Seiring dengan bertambahnya usia anak, mengajak mereka berpartisipasi dalam program pertukaran dan belajar di luar negeri, mengikuti kursus bahasa asing, dan melakukan perjalanan ke negara-negara di mana bahasa tersebut digunakan akan semakin mendukung dan memajukan pembelajaran bahasa,” katanya.

Apakah otak bilingual berbeda?

Bagi mereka yang berupaya untuk menguasai bahasa kedua – baik ketika masih anak-anak, atau nanti setelah dewasa dan menjadi orang tua – proses ini dapat memberikan manfaat peningkatan kemampuan otak, terlepas dari tingkat kefasihan yang dicapai.

Mempelajari berbagai bahasa membawa peningkatan volume materi abu-abu di korteks prefrontal, bagian depan otak yang penting untuk pemikiran tingkat tinggi, seperti pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

Hal ini diungkapkan oleh Ashley Chung-Fat-Yim, asisten peneliti profesor dalam bilingualisme dan psikolinguistik di Universitas Northwestern Illinois. “Kami juga melihat peningkatan pada materi putih di wilayah otak yang sama.”

Meskipun materi abu-abu adalah tempat terjadinya pemrosesan informasi penting, materi putih membawa pesan antar wilayah otak, jelas Chung-Fat-Yim.

“Bayangkan materi abu-abu sebagai stasiun kereta bawah tanah dan materi putih sebagai terowongan yang menghubungkan stasiun kereta bawah tanah yang berbeda satu sama lain."

"Multibahasa membantu menjaga struktur 'terowongan kereta bawah tanah' tetap utuh untuk transmisi sinyal yang lebih cepat dan efisien. Dengan kata lain, komunikasi antar wilayah di otak dapat terjadi dengan lebih optimal,” kata Chung-Fat-Yim.

Berbicara lebih dari satu bahasa, dan latihan mental yang dilakukan, juga dapat membangun ketahanan otak dan membantu menunda timbulnya gejala penyakit Alzheimer, menurut penelitian.

Menurut tinjauan tahun 2020 terhadap lebih dari 20 penelitian yang ada, menjadi bilingual dapat menunda gejala Alzheimer hingga lima tahun.

Bilingualisme tidak dapat mencegah terjadinya Alzheimer melainkan membantu menangkal gejala lebih lama, para peneliti menyimpulkan.

Mereka menggambarkan bilingualisme sebagai suatu bentuk cadangan kognitif yang memperkuat dan mengatur ulang sirkuit otak.

“Sama seperti olahraga yang memperkuat otot Anda, multibahasa memperkuat otak Anda untuk mempertahankan fungsi kognitif,” kata Chung-Fat-Yim.

Ada juga manfaat kognitif yang bisa diperoleh di awal kehidupan. Menurut sebuah penelitian, anak-anak bilingual, misalnya, mungkin lebih baik dalam beralih antartugas dibandingkan anak-anak yang berbicara satu bahasa.

Lebih dari 100 anak diminta untuk mengurutkan gambar warna atau binatang di komputer. Anak-anak yang berbicara bahasa kedua (Prancis, Spanyol atau China) lebih baik dalam beralih antara dua kategori tersebut, yang menunjukkan kemampuan multitasking mereka, para peneliti menyimpulkan.

“Mempelajari bahasa lain selalu merupakan hal yang baik,” kata Sorace. "Ini memperkaya dunia Anda dari sudut pandang budaya dan bermanfaat bagi otak."

Anda dapat membaca artikel versi bahasa Inggris berjudul 'A wonderful opportunity': The adventure of raising bilingual children di BBC Future.