Covid-19: Pelajar bahasa asing meningkat saat pandemi, mengapa?

mandarin

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Selama masa lockdown pertama pada Maret lalu, pengguna aplikasi pembelajaran bahasa asing melonjak.
  • Penulis, Sophie Hardach
  • Peranan, BBC Future

Jumlah orang yang belajar bahasa asing meningkat selama pemberlakuan karantina wilayah alias lockdown saat pandemi Covid-19, menurut penyedia layanan kursus bahasa asing. Namun, ketika tiada orang yang bisa bepergian, dan bursa tenaga kerja tampak tidak stabil, mengapa khalayak banyak yang belajar bahasa asing?

Ketika Inggris memberlakukan karantina wilayah kedua pada November 2020 lalu, saya menyibukkan diri dengan berupaya menerjemahkan kalimat makian dalam bahasa Luwian

Luwian, bahasa verbal dan tulisan pada masa Turki kuno sekitar 3.000 tahun lalu, secara sekilas mungkin bukan pilihan bahasa asing yang utama untuk dipelajari sebagai hobi. Sebab yang tersisa dari bahasa Luwian hanyalah pahatan simbol-simbol pada sejumlah bebatuan di Turki.

Namun, menghabiskan beberapa jam dalam sepekan untuk memecahkan kode, dengan dipandu seorang pakar bahasa Luwian, ternyata bisa mengurangi stres.

Saya mendaftar kursus bahasa tersebut sesaat sebelum lockdown, dan setelah setiap sesi rampung, saya merasa pikiran dibebaskan dari kerisauan terkait pandemi sehingga mampu menjelajah dan menemukan hal lain.

Hasrat saya untuk mempelajari bahasa asing sejalan dengan tren pada 2020. Selama masa lockdown pertama pada Maret lalu, pengguna aplikasi pembelajaran bahasa asing, termasuk Duolingo, Memrise, dan Rosetta Stone melonjak, sebagaimana ditunjukkan data ketiga perusahaan itu. Duolingo bahkan melaporkan kenaikan pengguna baru hingga 300%.

Angka tersebut umumnya menurun pada musim panas, namun naik lagi saat lockdown kedua.

Pilihan populer adalah pembelajaran bahasa Spanyol, Prancis, dan Jerman. Meski demikian, orang-orang Inggris juga mencoba sederet bahasa lain, seperti bahasa Wales dan Hindi.

Para pengguna menyebut beberapa alasan mengapa mereka memilih bahasa-bahasa itu, termasuk menstimulasi otak, ketertarikan pada budaya, dan keterkaitan keluarga. Keingintahuan budaya juga menjadi alasan mengapa sejumlah pengguna memilih belajar bahasa Jepang.

artefak

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Aksara paku (cuneiform) dipahat pada sebuah artefak yang ditemukan di Najaf, Irak. Artefak itu diperkirakan berasal dari abad ke-21 Sebelum Masehi.

Dari semua aktivitas yang dilakoni khalayak umum saat pandemi—belajar memasak, merawat tanaman—belajar bahasa asing mungkin terdengar pilihan yang janggal.

Pasalnya, sebagian besar wilayah di dunia tertutup bagi pelancong. Dan bagi mereka yang berharap belajar bahasa asing bisa meningkatkan prospek karier, bursa tenaga kerja masih tidak stabil yang menyebabkan ketersediaan posisi baru dan promosi jabatan hampir nihil.

Akan tetapi, belajar bahasa asing mungkin dapat menghubungkan kita kepada suatu perasaan yang dirindukan.

Kenaikan popularitas

Saat saya sedang belajar bahasa Luwian, rasanya pada saat bersamaan khalayak Inggris juga belajar bahasa asing sebagai cara untuk meringankan beban mental.

"Selama lockdown, kami tidak bisa bepergian, liburan banyak orang juga dibatalkan. Sehingga saya pikir orang-orang mungkin kesal karena liburan batal dan ingin merasakan sensasi negara lain di rumah mereka," kata Vicky Gough, penasihat sekolah dari British Council.

Faktor perasaan juga mungkin berperan. Selagi Covid-19 merambah berbagai tempat dan menghancurkan berbagai kepastian, sejumlah orang memutuskan bahwa kini saatnya mewujudkan rencana dalam hidup.

Survei British Council mengenai pembelajaran bahasa selama lockdown menunjukkan banyak orang dewasa di Inggris mengaku kekurangahlian dalam menguasai bahasa asing menimbulkan penyesalan. Hanya 9% responden mengatakan masih mempertahankan bahasa asing yang mereka pelajari di sekolah, namun 64% berharap bisa melakukannya.

Pandemi memunculkan lagi minat yang sudah lama dipendam.

Juliet Waters, pensiunan guru sekolah dasar berusia 58 tahun, menjalankan usaha membuat jendela di Yorkshire bersama suaminya. Dia mengaku sudah lama ingin berbicara bahasa asing dan terinspirasi sejumlah anak didiknya yang mampu bicara dalam banyak bahasa, seperti seorang siswi yang bicara bahasa Polandia dan Mandarin di rumah serta Inggris di sekolah.

"Saya selalu sangat terpukau oleh anak-anak yang masuk ruang kelas dan bisa beralih dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Saya selalu berharap bisa berbicara dua bahasa," kata Waters.

Pada 2019, dia dan suaminya ikut tur kapal pesiar dan menjalin hubungan pertemanan dengan orang-orang dari berbagai negara namun semuanya bisa bicara dalam bahasa Spanyol. Waters lantas berpikir akan bagus jika dirinya belajar bahasa Spanyol agar bisa berbincang lebih dalam dengan teman-teman barunya serta menjelajah Spanyol.

Saat Inggris memberlakukan karantina wilayah, Waters bekerja dari rumah tanpa ada tamu dan peluang. Dia kemudian mewujudkan rencananya dengan tekad baru. Sejak April, dia belajar bahasa Spanyol setiap hari selama satu jam saat sarapan, dan kerap belajar lagi pada hari yang sama menggunakan buku-buku dan CD.

Pada Desember lalu, dia bisa mengirim surat ucapan Natal berbahasa Spanyol kepada teman-temannya, da berharap bisa berlatih dengan mereka menggunakan Skype.

"[Belajar bahasa] menyibukkan saya dan membuat otak saya bekerja," ujarnya.

Namun, pengalaman itu juga mengubahnya pada tingkat fundamental, membuatnya menyadari bahwa ada hal-hal lain yang dia ingin capai. Kini dia mempertimbangkan meraih gelar pascasarjana di bidang teater musik.

"Kenyataan bahwa saya masih bisa belajar, dan saya menikmatinya, merupakan sedikit pencerahan bagi saya."

bahasa

Sumber gambar, Julia Waters

Keterangan gambar, Pada 2019, Juliet Waters dan suaminya mengikuti tur kapal pesiar. Mereka menjalin hubungan pertemanan dengan orang-orang yang berbicara bahasa Spanyol sehingga menginspirasi perempuan itu untuk belajar bahasa Spanyol.

Faktanya, riset menunjukkan bahwa mempelajari bahasa baru bisa menstimulasi otak dan meningkatkan pemikiran kreatif serta ketangkasan mental, terlepas dari taraf kemampuan orang yang mempelajarinya.

"Ini artinya Anda bisa lebih fleksibel dalam cara Anda berpikir, karena Anda mulai membayangkan membuat suatu kalimat dengan cara berbeda dalam bahasa lain," kata Bencie Woll, seorang ahli bahasa dari University College London yang membuat makalah untuk British Academy mengenai manfaat kognitif dalam pembelajaran bahasa.

Kelenturan dan kreativitas ini bahkan bisa meningkatkan pemahaman pada bahasa ibu Anda.

Woll menekankan bahwa manfaat didapat dari proses pembelajaran, dan tiada kaitannya dengan seberapa cepat kemajuan seseorang mempelajari bahasa.

"Ini tiada kaitannya dengan kehebatan menguasai bahasa lain, ini berkaitan dengan memulai mempelajat bahasa lain."

'Apa yang sebenarnya saya ingin lakukan");