Mengapa dan sejak kapan pria beragama Kristen tidak wajib disunat?

sunat terhadap Yesus karya Albrecht Dürer.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Sunat terhadap Yesus direkonstruksi dalam berbagai lukisan, termasuk seniman era Renaisans, Albrecht Dürer.
  • Penulis, Felipe Llambías (@felipellambias)
  • Peranan, BBC News Mundo

Pada hari kedelapan setelah lahir, Yesus disunat — seperti yang dialami setiap laki-laki Yahudi.

Namun praktik ini ditinggalkan oleh para pengikutnya, tidak seperti ritual lain yang dipertahankan dan masih dilakukan oleh penganut Yudaisme dan Kristen, semisal merayakan Natal dan Hanukkah atau Paskah pada tanggal yang sama.

Dan jawaban mengapa orang Kristen tidak memotong kulup bayi laki-laki tertera di dalam Alkitab.

Menurut Perjanjian Baru, perpecahan antara Yudaisme dan Kristen mengenai sunat terjadi sekitar tahun 50. Adapun tokoh utamanya adalah Santo Paulus dan Santo Petrus, yang berdebat seru mengenai topik tersebut.

"Itu adalah konflik institusional pertama di dalam Gereja," jelas Miguel Pastorino, profesor Filsafat Agama dan Filsafat Antropologi di Universitas Katolik Uruguay sekaligus mantan pendeta, kepada BBC Mundo.

Santo Paulus — yang pada waktu itu masih berpredikat Paulus dari Tarsus — telah berubah dari pembela Hukum Musa yang gigih serta penganiaya murid-murid Yesus, menjadi orang paling antusias dalam menyebarkan ajaran Yesus di seluruh dunia, menurut Alkitab.

Paulus dari Tarsus, seperti Petrus dari Galilea, Yesus dari Nazaret, dan para rasul adalah seorang Yahudi. Bersama-sama mereka membentuk kelompok Kristen Yahudi dan mengalami ritual sunat.

Saat itu, agama Yahudi adalah satu-satunya agama monoteistik, ketika orang Yunani, Romawi, dan Mesir percaya pada banyak dewa.

Bagi orang Yahudi, Tuhan telah bersabda kepada Abraham: "Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu tepati, antara kamu, Aku, dan keturunanmu: setiap laki-laki di antara kamu harus disunat."

Selain umat Yahudi, umat Islam meneruskan praktik tersebut hingga saat ini.

Referensi mengenai sunat dalam agama Islam tertera dalam hadis Nabi Muhammad.

Sunat dalam sejarah

Memotong kulup, yaitu membuang kulit penis yang menutupi kepala penis, merupakan praktik yang tidak dimulai dengan agama, tetapi jauh sebelumnya.

Sunat adalah prosedur bedah tertua di dunia dan, meskipun tidak sepenuhnya jelas, diyakini berasal dari Mesir sekitar 15.000 tahun lalu, menurut buku An Illustrated Guide to Pediatric Urology karya ahli bedah anak dan akademisi Ahmed al Salem.

Al Salem menjelaskan bahwa banyak budaya yang menjadikan sunat sebagai ritual karena berbagai alasan, mulai dari kebersihan, ritual peralihan anak-anak menuju masa dewasa, upacara persembahan kepada para dewa, atau sebagai tanda identitas budaya.

"Agama mengatur segalanya, mulai dari praktik kebersihan dari makanan, seks, sampai politik. Sistem keagamaan lahir bersama budaya sebagaimana beragam hal lainnya," jelas Pastorino.

Sunat diyakini pertama kali dilakukan oleh orang-orang Mesir Kuno.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Sunat diyakini pertama kali dilakukan oleh orang-orang Mesir Kuno.

"Pada zaman kuno sulit memisahkan keduanya. Ketika harus membuat aturan praktik kebersihan, orang-orang zaman tersebut mengaturnya secara agama. Karena hukum adalah hukum Tuhan, tidak ada yang lain," ujarnya kemudian.

Pada zaman dahulu, bangsa Sumeria dan Semit juga menyunat laki-laki.

Bahkan, peradaban Maya dan Aztec juga mempraktikkan ritual sunat, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2007 oleh UNAIDS.

Baca juga:

Meski tersebar luas, sunat tidak diterima secara universal.

Bagi masyarakat Yunani kuno, yang suka berolahraga dan memuja ketelanjangan laki-laki, kulup adalah simbol keindahan dan sunat tidak disukai.

"Preferensi estetika terhadap kulup yang lebih panjang dan meruncing merupakan cerminan etos yang melibatkan identitas budaya, moralitas, kesopanan, kebajikan, keindahan, dan kesehatan," tulis Frederick M. Hodges dalam artikel Bulletin of History of Medicine terbitan 2001 dari Asosiasi Sejarah Kedokteran Amerika dan Institut Sejarah Kedokteran Johns Hopkins.

sunat hukum Musa

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Hukum Musa menetapkan bahwa bayi laki-laki harus disunat delapan hari setelah lahir.

Kulup yang tidak disunat tetapi pendek dan tidak menutupi seluruh kepala penis, dianggap tidak sempurna.

"Di kalangan penduduk Yahudi, kesulitan mempertahankan praktik sunat menjadi masalah khusus pada periode Yunani karena pengaruh budaya Helenistik terhadap orang Yahudi yang ingin berasimilasi dengan budaya dominan," jelas Cynthia Long Westfall, profesor Alkitab Perjanjian Baru di McMaster Divinity College di Kanada, dalam bukunya yang bertajuk Paul and Gender.

"Selain itu, ada masa ketika sunat merupakan hal yang ilegal: Antiochus Epiphanes telah memerintahkan penduduk Yudea untuk tidak menyunat anak laki-laki mereka lagi. Akibatnya, beberapa pria Yahudi berusaha menyembunyikan bahwa mereka sudah bersunat," tambahnya.

Perselisihan antara Paulus dan Petrus

Berbeda dengan Yudaisme, yang tidak berusaha membuat khalayak luar memeluk agamanya, Yesus meminta murid-muridnya untuk menyebarkan ajarannya ke mana pun, sebanyak mungkin.

Paulus dari Tarsus, yang mungkin tiba di Yerusalem pada masa remaja atau awal masa dewasa dan menjalani masa kecilnya dikelilingi oleh orang-orang Yunani, adalah penyebar utama ajaran Yesus setelah penyaliban Yesus.

Dia melintasi wilayah yang sekarang disebut Israel, Lebanon, Suriah, Turki, Yunani, dan Mesir guna menyebarkan ajaran Yesus, terutama di antara orang-orang non-Yahudi.

Orang non-Yahudi menganggap sunat sebagai mutilasi alat kelamin dan sama dengan pengebirian, kata Long Westfall.

"Oleh karena itu, sunat mempunyai stigma di dunia Yunani-Romawi, dan itu adalah proses yang sangat menyakitkan bagi pria dewasa."

Lukisan Paulus dan Petrus

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Lukisan Paulus dan Petrus.

Dalam khotbahnya, Paulus mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak perlu disunat.

Dia menegaskan bahwa satu-satunya hal yang diperlukan untuk menerima keselamatan dari Tuhan adalah iman.

"Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat. Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tanda-tanda sunat itu. Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat.

Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah menaati hukum-hukum Allah," tulis Paulus dalam surat pertamanya kepada jemaat Korintus.

Baca juga:

Miguel Pastorino, profesor Filsafat Agama dan Filsafat Antropologi di Universitas Katolik Uruguay sekaligus mantan pendeta, menilai Paulus tahu bagaimana menerjemahkan ajaran Yesus karena dia mengenal budaya Ibrani, Yunani, dan Romawi.

"Kristus telah menyelamatkan kita dari kutukan Hukum Taurat," kata Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia ketika mengacu pada hukum Musa, termasuk sunat.

Namun pendiriannya tidak diterima oleh rasul-rasul lainnya.

Dalam suratnya kepada Titus yang dimasukkan ke dalam Alkitab, Paulus menceritakan konfrontasi ini. "Banyak pemberontak dan penipu, terutama mereka yang mendukung sunat. Mulut mereka harus ditutup," tulisnya.

Alkitab

Sumber gambar, Getty Images

Dalam surat kepada jemaat di Galatia, ia menceritakan pertengkarannya dengan Petrus pada suatu hari di Antakya, sebuah kota di Turki modern tempat terbentuknya komunitas besar pengikut Yesus.

Menurut versinya, Petrus biasa makan bersama orang-orang bukan Yahudi, namun ketika sekelompok utusan Yakobus tiba di kota itu, ia mulai berpisah dari mereka "karena takut terhadap para pendukung sunat".

"Saya menyalahkan dia atas perilakunya yang tercela," katanya kepada jemaat Galatia.

"Saya berkata kepada Petrus di depan semua orang: 'Jika Anda, yang adalah orang Yahudi, hidup seolah-olah Anda bukan orang Yahudi, mengapa Anda memaksa orang bukan Yahudi untuk menganut Yudaisme");