'Di mana ada tambang di situ ada penderitaan dan kerusakan lingkungan', nelangsa warga dan alam di lingkar tambang

nelayan dan keluarganya di Pulau Kodingareng, Makasar, Sulawesi Selatan berdemo menolak penambangan pasir laut.

Sumber gambar, Walhi Sulawesi Selatan

Keterangan gambar, nelayan dan keluarganya di Pulau Kodingareng, Makasar, Sulawesi Selatan berdemo menolak penambangan pasir laut.
  • Penulis, Raja Eben Lumbanrau
  • Peranan, Wartawan BBC News Indonesia

Dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua, ada jejak konflik sosial dan kerusakan lingkungan di wilayah lingkar pertambangan.

"Di mana ada tambang, di situ ada penderitaan warga. Di mana ada tambang, di situ ada kerusakan lingkungan, tidak akan bisa berdampingan," kata koordinator Jaringan Tambang (JATAM) Merah Johansyah kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Jumat (20/05).

Merah mengatakan, lingkungan "dirusak" dan masyarakat "dibungkam" paksa demi terlaksananya komoditi prioritas yang menjadi tulang punggung pemasukan negara itu.

Sepanjang tahun lalu, JATAM mencatat terjadi 45 konflik tambang yang mengakibatkan 69 orang dikriminalisasi dan lebih dari 700.000 hektare lahan rusak.

Namun, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah tudingan tersebut.

Baca juga:

"Siapapun yang mengatakan tidak bisa [berdampingan], hemat saya mereka tidak melihat secara utuh," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Djamaluddin.

Ridwan meminta masyarakat untuk juga melihat manfaat tambang bagi kehidupan, peran kekayaan alam itu bagi perekonomian Indonesia dan upaya pemerintah melakukan penguatan regulasi.

"Terlalu naif jika kegiatan [pertambangan] tidak mengubah lingkungan hidup. Yang dipertahankan adalah fungsi ekologisnya, kalau misalnya bukit jadi rata selama fungsi ekologisnya tidak rusak, masalahnya apa di situ">

Konflik tambang di Indonesia

Organisasi nirlaba Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat 45 kasus konflik tambang sepanjang 2020 atau meningkat empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebanyak 13 di antaranya melibatkan aparat kepolisian.

Warga penolak tambang emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI), Banyuwangi, Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka perusakan setelah terjadi bentrok dengan pihak perusahaan yang juga berujung pada penganiayaan warga.

Sedikitnya 13 orang di Bangka Belitung dilaporkan PT Timah ke aparat kepolisian dengan tuduhan menghalang-halangai aktivitas pertambangan yang diatur dalam Pasal 162 UU Minerba.

Setidaknya 11 orang ditangkap saat menggelar aksi Hari Buruh di kawasan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada 1 Mei 2020. Aksi ini berujung pembakaran warung, pos, smelter dan salah satu mobil. Terduga pembakar dijerat KUHPidana.

Dalam aksi tersebut, buruh menuntut beberapa permintaan, di antaranya tolak pemutusan hubungan kerja, kembalikan izin resmi untuk buruh di PT IWIP, PT IWIP harus melakukan pembatasan sosial (lockdown) selama masa pandemi Covid-19 dan bayar upah pokok 100 persen, dan lainnya.

Sebanyak tiga orang nelayan yang melakukan aksi merobek amplop berisi uang sebagai penolakan ganti rugi perusahaan tambang PT Boskalis dijerat dengan Pasal 35 UU Mata Uang. Nelayan dituduh merendahkan mata uang. Namun, pihak nelayan mengklaim tak tahu bahwa di dalam amplop terdapat uang.

Penangkapan 11 orang yang terdiri dari tujuh nelayan, tiga aktivis pers mahasiswa, dan satu aktivis lingkungan dalam aksi penolakan tambang PT Boskalis di Makassar. Seorang peserta aksi diduga dianiaya polisi dengan tuduhan meledakkan bom molotov.

Sebanyak 12 orang peserta aksi protes terhadap PT Virtue Dragon dijerat Pasal 170 KUHP tentang tindakan pengrusakan dan sejumlah pasal lainnya oleh Polda Sulawesi Tenggara. Aksi damai berujung rusuh di kawasan industri Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan catatan akhir tahun 2020 JATAM, terjadi 45 konflik pertambangan, yaitu 22 kasus pencemaran dan perusakan lingkungan, 13 kasus perampasan lahan, delapan kasus kriminalisasi warga yang menolak tambang (korban kriminalisasi 69 orang), dan dua kasus pemutusan hubungan kerja.

Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2019 dengan 11 konflik. Sehingga, total konflik tambang yang muncul di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejak 2014 adalah 116 kasus.

Lantas apa solusinya? Sederhana, kata Merah, yaitu moratorium perizinan dan melakukan evaluasi atas izin yang telah diberikan.

Dirjen Minerba: Lihat pertambangan secara utuh

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.

Sumber gambar, Kemenko Kemaritiman dan Investasi

Keterangan gambar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.

Dirjen Minerba, Ridwan Djamaluddin, meminta masyarakat untuk melihat pertambangan secara utuh, bukan hanya dari sisi negatif yang ditimbulkan namun juga manfaatnya.

"Tahu tidak, hampir semua barang yang kita pegang berasal dari tambang. Dari telepon, komputer, mobil, pesawat, dan lainnya. Jadi yang mengatakan tidak bisa [berdampingan], hemat saya mereka harus melihat secara utuh," kata Ridwan.

Ridwan pun membantah jika kegiatan pertambangan tidak memperhatikan kepentingan lingkungan dan masyarakat.

"Bumi kita ini cuma satu, mau pecinta lingkungan, mau ahli geologi seperti saya hidup di bumi yang sama, pastilah kita ingin menjaga bumi ini baik-baik," kata Ridwan.

Menurutnya akan terlalu naif untuk berharap agar pertambangan tidak mengubah lingkungan.

"Yang kita pertahankan itu fungsi ekologisnya, selama tidak rusak masalahnya apa? Jangan sampai karena adanya patahan seperti di Dairi atau pulau kecil di Sangihe, kita jadi tidak bisa memanfaatkan kekayaan yang ada," katanya.

Pemerintah, kata Ridwan, terus melakukan perbaikan dengan membuat regulasi yang berpihak pada lingkungan, dan melakukan pembenahan terhadap pertambangan tanpa izin.

"Bahkan bisa dikenakan pidana jika [perusahaan tambang] tidak melakukan sesuai ketentuan," katanya.