Aurora juga ditemukan di planet-planet lain jadi 'petunjuk penting tentang laik huni di planet lain'

Ilustrasi aurora di Bumi

Sumber gambar, Getty Images

  • Penulis, Jonathan O'Callaghan
  • Peranan, BBC Future

Pemandangan aurora, cahaya magis yang biasanya muncul di langit Kutub Utara dan Antartika, juga ditemukan di planet-planet lain di Galaksi Bima Sakti dan di luar Bima Sakti. Temuan ini memberi wawasan baru yang berharga bagi para astronom mengenai dunia asing ini.

Pancaran cahaya itu tampak menari-nari, berpindah dari satu bayangan ke bayangan lainnya. Pemandangan itu serupa dengan cahaya kutub di Lingkaran Arktik. Tetapi cahaya tersebut bukanlah di Bumi, melainkan di Planet Uranus.

Uranus adalah planet di tata surya yang auroranya telah dipelajari secara detail belakangan ini. Para peneliti di Universitas Leicester, Inggris, baru-baru ini mendeteksi aurora inframerah di planet es raksasa tersebut.

"Kami menganalisis planet ini selama enam jam untuk melihat apakah ada variasi dalam pancaran inframerahnya," kata Emma Thomas, peneliti utama studi ini, sekaligus mahasiswa PhD yang mempelajari aurora planet-planet di Universitas Leicester.

"Kami melihat puncak dari pancaran cahayanya yang sangat terang, yang menunjukkan adanya emisi aurora," sambung dia.

Meskipun tidak dapat dilihat oleh mata manusia, wahana antariksa yang melintas di sekitar kutub Planet Uranus menangkap aspek lain dari aurora yang bersinar di sana. Itu menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan berganti-ganti dari ultraviolet ke inframerah, juga gelombang radio.

Tetapi, planet ini bukanlah satu-satunya yang memiliki aurora. Aurora di planet-planet di tata surya kita tampaknya merupakan hal yang cukup umum.

Delapan planet utama yang mengitari Matahari juga memperlihatkan semacam aurora, entah itu disebabkan oleh medan magnet maupun aktivitas di permukaannya.

Pengamatan terhadap sistem tata surya lainnya juga menunjukkan kemungkinan adanya aurora serupa.

Bagi para astronom yang mendeteksi pertunjukan cahaya alien ini, kehadirannya dapat memberi wawasan berharga tentang dunia tempat mereka memancar, termasuk soal aurora borealis dan aurora australis di planet kita.

Aurora di Planet Jupiter

Sumber gambar, NASA/Getty Images

Keterangan gambar, Cahaya serupa aurora terlihat di Planet Jupiter pada 19 Desember 2000, yang tertangkap oleh Teleskop Hubble
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca
Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Di Bumi, aurora muncul akibat interaksi medan magnet dengan partikel bermuatan listrik dari Matahari. Ketika partikel-partikel ini menempuh perjalanan sejauh 149 juta kilometer menuju planet kita, mereka terperangkap oleh medan magnet yang mengarahkannya ke kutub.

Partikel-partikel tersebut kemudian bertabrakan dengan atom dan molekul di atmosfer Bumi, menghasilkan tirai cahaya yang dramatis, yang kita sebut sebagai cahaya utara atau cahaya selatan.

Variasi warnanya yang dramatis, dan gelombang panjangnya yang kasat mata, bergantung pada interaksi atom-atom dengan rentetan partikel dari matahari.

Atom menyerap energi dari pertemuan ini dan melepasnya pada panjang gelombang cahaya tertentu.

Nitrogen, gas yang paling banyak ditemukan di atmosfer kita, menghasilkan cahaya yang dominan biru. Sedangkan oksigen, menghasilkan cahaya hijau.

Ketinggian dari titik pertemuan partikel-partikel itu juga dapat berpengaruh. Cahaya merah akan muncul ketika partikel berenergi tinggi bertabrakan dengan atom oksigen pada ketinggian 200-500 kilometer di atas permukaan Bumi, sedangkan cahaya hijau dilepaskan pada ketinggian 100-250 kilometer. Warna merah muda dan ungu muncul pada ketinggian yang lebih rendah.

Di Uranus, gas yang paling banyak di atmosfernya adalah hidrogen dan helium sehingga auroranya sedikit berbeda. Aurora di Uranus tidak terlihat oleh mata manusia karena bersinar dalam spektrum elektromagnetik.

Aurora ultraviolet dan radio di planet ini pertama kali ditemukan oleh pesawat luar angkasa Voyager 2 milik NASA pada tahun 1986 ketika terbang melintas. Tetapi, aurora inframerah tidak terdeteksi pada saat itu.

Temuan terbaru ini bisa jadi sangat berharga secara ilmiah. Atmosfer di bagian atas Uranus jauh lebih panas daripada yang diperkirakan para peneliti untuk planet yang dingin dan jauh dari matahari.

Wahana antariksa yang melintas di sana menunjukkan bahwa temperaturnya berkisar antara 220-420C, jauh lebih panas jika planet ini hanya bergantung pada panas Matahari dan jika dibandingkan dengan tetangganya, Saturnus, yang berukuran lebih besar.

Temuan terbaru menunjukkan bahwa kondisi itu mungkin akibat panas yang dipancarkan ke planet ini oleh aurora.

"Sekarang kami bisa melihat aurora inframerah, kami bisa mulai mencari tahu bagaimana prosesnya," kata Thomas.

Ilustrasi Planet Uranus

Sumber gambar, Getty Images

Aurora Uranus juga dapat menambah wawasan penting terkait fitur medan magnet Bumi, bahwa medan magnet Bumi sering kali berbalik arah.

Dalam 20 juta tahun terakhir, medan magnet telah membalik sekitar tiga hingga lima kali setiap juta tahun, mengalihkan kutub magnet utara ke selatan dan sebaliknya (ini bukanlah sebuah siklus, dan sudah lebih dari 780.000 tahun sejak pembalikan terakhir. Bahkan pada zaman kapur, medan magnet Bumi tidak membalik sama sekali selama 37 juta tahun).

Memprediksi kapan pembalikan geomagnet berikutnya akan terjadi dan apa dampaknya bagi Bumi sangatlah sulit. Namun, Uranus, yang memiliki orbit yang aneh pada sisinya dan relatif terhadap gerakannya mengelilingi Matahari, dapat memberi beberapa petunjuk. Sebab, medan magnetnya mengalami rotasi yang jauh berbeda dengan Bumi.

"Pertanyaan besarnya adalah apa yang terjadi ketika pembalikan itu terjadi");