Viral pernikahan anak di Lombok Tengah berujung laporan ke polisi – Apakah langkah hukum efektif menekan 'tradisi' perkawinan anak?

Sepasang pengantin duduk di pelaminan.

Sumber gambar, ISTIMEWA

Keterangan gambar, Sepasang pengantin anak yang baru-baru ini viral di media sosial telah memicu diskusi yang luas tentang tradisi dan hukum positif tentang perkawinan anak.

Sejumlah pihak termasuk orang tua yang terlibat memfasilitasi pernikahan anak di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan ke kepolisian. Mereka diadukan dengan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengatur ancaman pidana hingga sembilan tahun penjara.

Kasus perkawinan anak yang berujung pada laporan ke kepolisian dengan aturan yang disahkan 2022 ini bukan pertama kali.

LBH APIK NTB mengatakan "upaya terakhir" ini dilakukan pada tiga kasus lainnya, salah satunya sudah siap masuk ke meja hijau.

Langkah ini dilakukan di tengah otoritas daerah, tokoh adat dan lembaga masyarakat mengaku sudah mengambil langkah-langkah pencegahan dalam bentuk kampanye, dan kebijakan-kebijakan, tapi belum mampu mengakhiri praktik pernikahan anak.

Sejumlah kalangan meyakini tradisi merariq (melarikan perempuan) di NTB, khususnya Lombok, ikut berkontribusi dalam angka pernikahan anak.

Lewatkan Paling banyak dibaca dan terus membaca
Paling banyak dibaca