UNHCR: Kebijakan Australia soal pengungsi tidak bisa diterima

Sumber gambar, Getty
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi, UNHCR, menyatakan kebijakan Australia dalam menghalau perahu-perahu yang mengangkut para migran ke perairan Indonesia tidak bisa diterima.
Asisten Komisioner Tinggi untuk Pengungsi, Volker Turk, menegaskan para migran tersebut seharusnya diproses di Australia.
“Menurut kami, jika Australia dihadapkan pada sebuah perahu yang mereka bisa kendalikan, sudah jelas lebih baik orang-orang di dalam perahu diproses di dalam lingkup hukum Australia,” kata Turk kepada wartawan BBC Indonesia, Rebecca Henschke.
- <link type="page"><caption> Kunjungan Menlu Australia: Indonesia tekankan soal pengungsi</caption><url href="http://bbc.informepiaui.com/indonesia/dunia/2016/03/160321_indonesia_aussie_pengungsi" platform="highweb"/></link>
- <link type="page"><caption> Australia: Tak ada pencari suaka dalam tempo 600 hari</caption><url href="http://bbc.informepiaui.com/indonesia/dunia/2016/03/160317_dunia_australia_suaka" platform="highweb"/></link>
- <link type="page"><caption> Aparat Australia kirim migran di tengah laut ke Indonesia</caption><url href="http://bbc.informepiaui.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160310_indonesia_migran_australia_ntt" platform="highweb"/></link>
Selama bertahun-tahun, para pencari suaka asal Afghanistan, Sri Lanka, Irak, Iran dan Myanmar berupaya mencapai Australia dengan menggunakan perahu dari Indonesia. Mereka kerap membayar uang dalam jumlah besar kepada penyelundup manusia. Tak jarang migran yang meninggal dunia di tengah laut.
Pada Juli 2013, Australia menutup perbatasannya dan menolak menempatkan siapapun yang tiba dengan perahu tanpa dokumen resmi. Pada tahun ini pula Australia mulai memberlakukan aksi penghalauan dan penarikan kapal menuju perairan Indonesia.
Dan Australia sudah mengklaim bahwa jumlah orang yang tiba menggunakan perahu turun drastis. Bahkan, pemerintah Australia mengaku hanya satu perahu berisi pencari suaka yang tiba sepanjang 2014.

Sumber gambar, Getty
Namun, kebijakan itu punya efek samping. Indonesia beberapa kali menyatakan keberatan dengan cara-cara Australia yang memasuki wilayah Indonesian dan berulang kali pula Australia meminta maaf.
Sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia juga mengkritik Australia yang mencegat pencari suaka di tengah laut dan menghalau mereka.
Pada Oktober 2015, lembaga Amnesty International menyebut dalam laporannya bahwa terdapat bukti-bukti petugas Australia membayar penyelundup manusia dan awak kapal asal Indonesia untuk memutar balik sekaligus mengancam para pencari suaka. Australia tidak membantah bahwa insiden suap itu pernah terjadi.
Terkatung-katung
Setelah dihalau dari Australia, nasib para migran dan pencari suaka terkatung-katung di Indonesia.
Per Januari 2016, jumlah pencari suaka dan pengungsi yang terdaftar pada UNHCR di Indonesia mencapai 13.679 orang.
Angka itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia yang juga menampung pencari suaka dan pengungsi. Thailand, Bangladesh, dan Malaysia, misalnya, menampung lebih dari 100.000 jiwa.

Bedanya, para migran dan pencari suaka yang terdaftar pada UNHCR di Indonesia setelah 1 Juli 2014 tidak akan pernah bisa ditampung di Australia. Kondisi itu telah menciptakan penumpukan migran di Indonesia.
UNHCR mengaku semakin sulit untuk menempatkan para migran yang berada di Indonesia mengingat saat ini terjadi krisis pengungsi di Eropa. Sejumlah negara menganggap pengungsi di Indonesia sebagai tanggung jawab Australia. Alhasil semakin banyak orang terjebak dalam penantian di Indonesia.
Asisten Komisioner Tinggi untuk Pengungsi, Volker Turk, menginginkan Australia menempuh pendekatan kemanusiaan dan melihat kondisi pengungsi di Indonesia kasus per kasus.
“Jika ada orang yang keluarganya tinggal di Australia, akan lebih masuk akal untuk meninjau kemungkinan penempatan (di Australia) karena dia akan bersatu dengan keluarganya,” kata Turk.

Sumber gambar, REUTERS
Ketika ditanya apakah Indonesia ditinggalkan untuk berurusan dengan masalah yang ditimbulkan Australia, Turk merespons perlu ada opsi penampungan di wilayah Asia.
"Salah satu pesan saya yang mewakili UNHCR adalah kita bisa menemukan situasi saling menang ketika pengungsi bisa memenuhi kekurangan tenaga kerja di negara-negara seperti Malaysia dan Thailand.”
Mengingat Indonesia semakin kaya, menurutnya ada harapan Indonesia harus menerima lebih banyak pengungsi. Tapi, dia mengatakan Indonesia belum pada tahap itu.
Karenanya, menurut Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, negara lain harus menampung lebih banyak pengungsi.
“Tentu ada harapan dari Indonesia, tidak hanya kepada Australia, tapi juga semua negara untuk lebih menerima migran-migran yang masih menunggu ditampung,” kata Retno.