George Floyd: Bisakah Trump mengerahkan tentara dalam menghadapi unjuk rasa yang terus berlanjut?

Sumber gambar, Getty Images
- Penulis, Jake Horton
- Peranan, BBC Reality Check
Puluhan ribu orang melakukan unjuk rasa, sebagian besar secara damai, di seluruh penjuru Amerika Serikat pada malam kedelapan menyusul kematian warga Amerika keturunan Afrika George Floyd.
Salah satu protes terbesar - yang diikuti oleh sanak saudara Floyd, berlangsung di tempat asalnya, Houston, Texas.
Banyak yang tidak mengindahkan jam malam di beberapa kota, yang memang diterapkan setelah kekerasan dan penjarahan pada Senin malam (01/02).
Paus Fransiskus mengeluarkan seruan agar masalah rasisme tidak diabaikan.
"Kita tidak boleh membiarkan rasisme," kata Paus. Namun ia juga mengecam kekerasan, "Tak ada yang didapat dari kekerasan dan banyak kerugian."
Ketika unjuk rasa menyebar ke seluruh penjuru Amerika Serikat, Presiden AS Donald Trump mengancam untuk mengerahkan tentara untuk mengakhiri kerusuhan.
Trump mengatakan ia akan mengerahkan militer jika pemerintah kota dan negara gagal untuk memecahkan masalah.
If a city or a state refuses to take the actions that are necessary...then I will deploy the US military
Tetapi beberapa gubernur negara bagian mengatakan pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengirim pasukan federal tanpa izin dari otoritas negara.
Dapatkah presiden mengerahkan tentara?
Singkatnya, bisa dalam keadaan tertentu.
Sudah ada ribuan pasukan dikerahkan dari Garda Nasional, yang merupakan kekuatan cadangan untuk Angkatan Darat AS.
Mereka berada di lebih dari 20 negara bagian di seluruh AS mencoba untuk memadamkan protes, tetapi pasukan ini telah diminta oleh pemerintah kota atau negara bagian.
Namun, hukum AS yang disahkan pada abad ke-19 menjabarkan keadaan ketika pemerintah di Washington DC dapat campur tangan tanpa otorisasi negara.

Sumber gambar, Getty Images
Undang-Undang Pemberontakan mengatakan persetujuan gubernur tidak diperlukan ketika presiden menentukan situasi dalam keadaan tidak memungkinkan untuk menegakkan hukum AS, atau ketika warga negara terancam.
UU disahkan pada 1807 untuk memungkinkan presiden untuk memanggil milisi untuk melindungi negara dari "serangan bermusuhan dari suku Indian"dan kemudian diperpanjang untuk memungkinkan penggunaan militer AS dalam gangguan domestik dan untuk melindungi hak sipil.
Hukum lain yang disahkan pada tahun 1878 memerlukan wewenang Kongres untuk pengerahan militer di dalam negeri, tetapi seorang ahli hukum mengatakan kepada BBC bahwa UU Pemberontakan cukup sebagai alat bagi presiden untuk mengerahkan tentara.
Secara luas diterima bahwa presiden akan memiliki dasar hukum untuk mengerahkan militer tanpa meminta persetujuan dari negara dalam keadaan saat ini.
"Kuncinya," kata Robert Chesney, seorang profesor hukum University of Texas, "adalah bahwa itu adalah niat Presiden untuk melakukannya; Gubernur tidak perlu meminta pada Presiden."
Apakah UU pernah digunakan sebelumnya?
Menurut Layanan Penelitian Kongres, UU pemberontakan telah digunakan puluhan kali di masa lalu, meskipun tidak pernah lagi selama hampir tiga dekade.
UU tersebut terakhir dipakai pada 1992 oleh mantan Presiden AS George HW Bush selama kerusuhan ras di Los Angeles.
Hukum ini digunakan sepanjang tahun 1950-an dan 60-an selama era hak sipil oleh tiga Presiden yang berbeda, termasuk ketika ada keberatan dari Gubernur negara.
Presiden Dwight Eisenhower menghadapi keberatan ketika ia menggunakan hukum di 1957 untuk mengirim pasukan AS ke Arkansas untuk mengendalikan protes di sebuah sekolah, di mana anak-anak hitam dan putih diajarkan bersama-sama.
Sejak akhir tahun 1960-an, UU telah jarang digunakan. Kongres merevisinya pada 2006 menyusul Badai Katrina untuk membuat bantuan militer lebih efektif, tetapi amandemen itu dicabut menyusul keberatan gubernur negara bagian.

