Konflik manusia dan gajah di Jambi: Gajah sumatera ‘kian terjepit’ imbas hutan beralih jadi kebun sawit

Ilustrasi konflik manusia dengan gajah

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Petugas BKSDA Riau melatih gajah untuk kabur dari jerat pada 31 Januari 2024

Konflik antara manusia dan gajah yang berujung perusakan fasilitas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, pada awal pekan lalu disebut sebagai imbas dari berubahnya fungsi hutan produksi – yang merupakan daerah jelajah gajah sumatra - menjadi kebun sawit.

Masyarakat dari tiga desa di Tanjung Jabung Barat mengaku “kesabaran mereka sudah habis” setelah kebun-kebun sawit mereka “dirusak” oleh gajah sumatera.

Mereka menggelar aksi protes untuk mendesak agar BKSDA dan mitranya, Frankfurt Zoolocigal Society (FZS), memindahkan gajah-gajah tersebut dari wilayah desa mereka. Akan tetapi, aksi itu berujung pada perusakan kendaraan operasional BKSDA dan mes milik FZS.

Humas BKSDA Jambi, Zuhra, mengatakan konflik marak terjadi di wilayah yang bersinggungan dengan habitat gajah sumatera.

Pada 2023, BKSDA menerima setidaknya 20 laporan konflik antara manusia dan gajah di Jambi. Kenyataan di lapangan bahkan mungkin lebih dari itu. Namun seingat Zuhra, baru kali ini yang berujung sampai perusakan.

Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, salah satu warga di Desa Muara Danau bernama M Syukur, mengatakan bahwa konflik dengan gajah membuat mereka harus merogoh modal berkali-kali lipat lantaran tanaman sawit mereka berulang kali dirusak oleh gajah.

“Jadi tanaman masyarakat itu habis,” kata Syukur kepada wartawan Suwandi yang melaporkan untuk BBC News Indonesia dari Jambi.

Persoalannya, menurut BKSDA, kebun-kebun sawit masyarakat itu terletak di Hutan Produksi Terbatas (HPT) penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Gajah dilatih melarikan diri dari jerat saat masuk ke lahan masyarakat di Riau pada 30 Januari 2024

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Ilustrasi gajah masuk ke perkebunan masyarakat
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca
Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Kawasan penyangga di TN Bukit Tigapuluh merupakan habitat daerah jelajah bagi lebih dari 100 gajah sumatera. Sebagian kecil populasi berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat –tempat konflik kali ini terjadi—dan mayoritas lainnya berada di Kabupaten Tebo.

“Di Tanjung Jabung Barat ini sejak lama sudah ada lintasan gajah, meski individunya sebenarnya memang tidak banyak karena [gajah] yang di sana itu cenderung kelompok kecil yang memisahkan dari kelompok utamanya. Yang di Tanjung Jabung Barat itu adalah gajah-gajah muda jantan yang sedang mencari kelompok lain,” jelas Zuhra.

Menurutnya, “belum ada opsi untuk memindahkan gajah” seperti yang diminta masyarakat sampai saat ini.

“Permasalahannya mau dipindahkan ke mana?” kata Zuhra. Dia juga menyebut bahwa daerah jelajah gajah di Jambi diperkirakan telah berkurang lebih dari 1.000 hektare karena ekspansi kebun sawit.

Zuhra mengatakan idealnya masyarakat dan gajah semestinya dapat hidup berdampingan. Namun sepanjang monokultur sawit masih menjadi pilihan utama masyarakat sekitar karena lebih “menggiurkan” secara ekonomi, akan sulit untuk mewujudkan hal itu.

Kondisi ini membuat gajah sumatera, yang masuk dalam daftar spesies terancam kritis menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), menjadi terjepit.

Bagaimana kronologi versi BKSDA?